Jika kita menilik tentang status mahasiswa sebagai penerus pemimpin bangsa, sudah selayaknya calon mahasiswa di berlakukan selayaknya calon pemimpin, bukannya malah di bodoh-bodohin oleh para senior. Maka dari itu pula mental para pemimpin bangsa menjadi u. Ospek selayaknya menjadi ajang pengenalan kreatifitas yang ditunjukan dengan beragam inovasi-inovasi yang bisa diberlakukan oleh suatu kampus. Sehingga calom mahasiswa semakin tertantang untuk bergikir kreatif, kritis dan inovatif., tidak hanya diberlakukan selayaknya pembantu, bhan mainan oleh para senior-senior mereka.
Calon mahasiswa sebagai korban diberlakukan selayaknya pembantu, batur yang mempunyai harga diri serendah-rendahnya sehingga mengakibatkan calon mahasiswa menjadi merasa kebal akan dipermalukan, kebal akan di injak-injak dan kebal akan ejekan orang lain. Sedangkan pada para senior mental mereka sudah membudaya sikap ‘balas dendam’, sikap arogan , ingin menang sendiri, sehingga mengakibatkan mereka yang selayaknya hamper wisuda kelulusan malah dinodai dengan mental seperti itu sehingga kelak jika maasiswa itu menjadi pemimpin bukanlah sikap ingin menang sendiri merupakan cikal bakal terjadinya egoisme sendiri lalu melakukan hal bodoh seperti korupsi.
Sungguh disayangkan jika kegiatan ospek tersebut diisi dengan kenangan-kenangan buruk yang melekat pada jiwa seseorang, sehingga ketika mahasiswa baru tersebut selesai mengikuti Ospek, ada rasa “kebencian” yang melekat pada “senior-senior” mereka, mereka akan menjadi orang yang berpura-pura hormat pada “senior”, padahal di pikiran dan hati mahasiswa tersebut melekat kenangan buruk tentang Ospek yang mereka ikuti. Padahal jika dilihat dari dalam Ospek ini sangat berperan bagi mahasiswa baru yang sama sekali belum mengenal lebih dalam tentang apa “isi” kampus yang mereka pilih, bukan lebih mengenal “ke-kekuasaan”, “ke-senioritasan”, tapi lebih “ke-familiaran”, dan “kenyamanan”
Dalam dunia ke- “MAHASISWA” -an, saya sangat tidak setuju dengan adanya sebutan “senior-junior”, sepertinya ada jurang yang membedakan dimana “senior” ditempatkan dan “junior” berada, dalam dunia ke- “MAHASISWA” -an, adalah dimana kita bisa mendapatkan kasih yang tidak kita dapatkan jauh di luar sana, dimana kampus menjadi seperti “rumah kedua” yang menjadi tempat untuk kita nyaman berada. Jadikan otoritas bukan untuk berkuasa, tapi memimpin, sebagai pemimpin yang baik, ia tidak selalu mengucapkan kata “saya” tapi “kita”, tidak selalu menjadi “bos” tapi tetap menjadi pemimpin yang baik. Salam Mahasiswa!
1 komentar:
setuju :)
Posting Komentar